Jumat, 16 Desember 2011

A Story of Dreams, When I Sleep.

Pagi ini tanggal 28 februari, aku bangun pagi seperti biasa, namun sejak bangun tidur, aku sudah merasakan firasat yang sangat buruk. Entah apa yang akan terjadi nanti. Setalah mandi, aku langsung membungkus kado dan bersiap-siap untuk pergi mengambil sesuatu yang sudah ku pesan sejak jauh-jauh hari. Sesuatu itu adalah sebuah kue ulang tahun. Dengan perasaan yang sangat senang, namun masih diliputi rasa yang sangat gelisah karena firasat buruk ku itu.
Karena sangat khawatir, sebelum berangkat mengambil kue tersebut, aku berpesan kepada ibuku.
                “Ma, van ngerasa firasat buruk, kalo nanti van kenapa-napa atau ada apa-apa di jalan terus Yuli ga dateng, bilangin ke Yuli, nanti buka lemari van yang di kunci itu.” Kataku ke ibukudengan nada agak pelan dan takut.
“kamu ngomong apa sih!?.” Balas ibuku dengan nada sedikit keras.
Aku pun langsung berangkat kesebuah mall untuk mengambil kue yang sudah ku pesan itu. Sengaja aku tidak menaiki motorku, karena ingin membuat sebuah kejutan untuk, orang yang sangat kucintai Yuliana. Setelah aku mengambil kue tersebut dan membeli lilinnya, aku langsung ke tempat biasa ada banyak taksi. Tapi, sebelum aku menaiki taksi tersebut, aku melihat ada tukang kembang api, akupun langsung teringat apa yang Yuli inginkan, yaitu kembang api.
Setelah tengok kanan dan kiri dan dengan hati-hati melangkah, karena aku sedang membawa kue tersebut, akupun langsung membeli beberapa bungkus kembang api. Setelah memastikan kendaraan dari arah kanan sudah berhenti aku langsung bergegas menyebrangi jalan dan kembali ke taksi yang sudah ku pesan, kulihat mobil dari arah kiri pun sudah berhenti dan aku kembali menyebrangi jalan, kulihat supir taksi yang tadi ku minta untuk menungguku tersenyum melihat ku sangat ceria. Tanpa ku sadari, dari belakang mobiil yang sudah berhenti tadi, ada sebuah angkutan umum yang hendak mendahului mobil tersebut dan melaju sangat kencang dan menabrakku hingga aku terlempar jauh dan tergeletak di jalan dengan penuh darah. Orang-orang di sekitar tempat itu kaget, terutama si supir taksi.
Saat itu aku masih sadar hanya tasku yang masih mengantung di pundakku, dan melihat kue dan kembang api yang kusiapkan untuk Yuli berserakan. Orang-orang mulai mendekatiku, akupun berusaha untuk bangun, walau beberapa kali jatuh, tapi aku tetap berusaha bangun dan dengan dibantu si supir taksi, aku berhasil bangun. Entah berapa tulang ku yang patah, si supir taksi hendak membaya ku ke taksi miliknya untuk membawaku ke rumah sakit secepatnya, aku tak menghiraukan itu, yang ada di pikiranku saat itu hanya mengumpulkan kembang api dan juga memungut kue ku yang sudah berserakan itu. Aku langsung menghampiri dan memungut dengan tangan kiriku, karena aku sudang tidak bisa menggerakkan tangan kanan ku lagi. Beberapa orang mengerti dan membantuku memungut semuanya. Setelah itu, kue tersebut aku bentuk kembali, walau dengan tangan yang penuh darah dan luka.
Lalu aku mengambil lilin yang ada di tasku. Menyusun kembang api tersebut, walau berantakan, dan mencari korek. Semua orang melihatku dengan penuh rasa heran, takut, shock, dan gelisah. Aku yang sudah sangat sulit bergerak itu berusaha untuk berkata.
                “Aaa aadda ya ya yang pun punyya korrekk?.” Kataku dengan terpatah-patah.
Entah orang-orang mendengar apa yang ku katakan atau tidak, tapi ada 1 orang yang mendekat dan memberikan ku sebuah korek. Aku berusaha menyalahkan korek tersebut, tapi tidak menyala sama sekali. Lalu orang itu membatuku menyalakan korek tersebut, dan menyalahkan lilin dan lembang api yang ku susun itu.
                “Ma maaf yya sa saa say sayang, ku ku kuen nnya berrratakkan.” Kataku sambil meneteskan air mata.
Aku lihat, beberapa orang menangis melihat apa yang sedang ku lakukan.
                “Semuanya bissa min nta ttolongg gga? Ban tu nya nyiin laa ggu see selammat ullang tahhhun, bbeggitu ssaya mu mullay ny nyanyii, kka kalian j jjugga yya.”
Akupun mulai menyanyikan lagi ulang tahun dan ikuti dengan iringan nyanyian orang-orang di sekitarku hingga akhir dan aku hendak meniup api lilin tersebut.
“Sselamat ullang ttah hun ccin cinnttaku. Pannjanng um ummur yya. A aaku ci cii cinnta kkkammu.”
Semua orang menangis melihatku. Dan ketika aku hendak meniup lilin tersebut, semua menjadi sangat gelap. Dan ternyata aku sudah tak sadarkan diri tanpa berhasil meniup lilin tersebut.
Hari sudah gelap, akhirnya aku membuka mataku, aku lihat jam sudah menunjukkan hampir tengah malam, yang menandakan hari dimana tanggal 28 akan segera berakhir. Aku lihat, ibuku sedang tertidur di samping kasur dimana aku terbaring.
                “I ini di ma na?” kataku perpatah-patah.
Ibuku langsung terbangun dan segera memanggil ayahku yang sedang diluar ruangan. Yang ternyata, seluruh kelarga besarku datang menjengukku.
                “I ini dimana?” Aku kembali berkata.
                “Ini di rumah sakit nak.” Kata ibuku sambil menangis.
                “A ada apa ini? Ke napa semua nya men nangis? Ini kan ulang t tahun Yu Yulli,. Sehar rusnya kita ber gemm bira.” kataku terpatah-patah.
                “Kue, ku kue ul ulang tahh tahun Yulli manna?” Kataku lagi.
                “Sudah nak, sudah”. Kata ibuku yang masih menangis.
Ibuku kembali menangis, bahkan semua orang di ruangan ini menangis.
                “Yulli manna?” Kataku.
                “Sudah lah nak.” Kata ibuku dengan air mata yang terus mengalir.
                “Ya lu ga datteng ya?” Kataku sambil memaksa untuk tersenyum dan tertawa kecil.
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar, yang ternyata si supir taksi yang menolongku. Di membawakan tasku yang tertinggal di dalam taksinya waktu hendak membawaku ke rumah sakit.
                “permisi bu, pa, ini tasnya tertinggal di taksi saya, yang sepertinya ini barang yang sangat berharga sekali bagi dia.” Kata si supir taksi.
Ayah pun lansung menerima tasku kembali, dan hendak memberikannya kepadaku. Setelah menerima tasku itu, aku langsung menangis. Semua orang kaget melihatku menangis. Dan akupun kaget, melihat air mataku itu, yang ternyata bukan air, melainkan darah.
                “Dokter!! Dokter!!” kata salah satu saudaraku.
Ibu pun langsung mendekatiku, semua orang terlihat sangat mengkhawatirkan aku. Dan kemudian aku batuk dan muntah darah.
Dokterpun datang, langsung memeriksa keadaanku.
                “Su sudahllah dok, a aakku ttau kkok, jjanntunng ddan peem pembulluh ddarah kku su sudah ppeccahkkan? Suu suuddah terrlammbatt kan? Aakku ttau kkok, kkarrenna akku yyanng ppalling ttau kkonn disikku.” Kataku dengan wajah dan mulut penuh darah.
                “Dokter!! Tolong selamatkan anak saya dok!! Tolong dok!!” kata ibuku dengan keras meminat pada dokter.
                “berapapun biayanya!! Saya akan bayar dok!!” dilanjutkan dengan ayahku dengan tegas.
Sang dokter diam tidak berkata apa-apa, dan menggeleng.
                “maafkan saya pak, bu, bukanya saya tidak ingin menolong anak anda, tapi yang dikatakan anak anda benar. Sekali lagi maaf bu, pak.” Kata sang dokter.
Suasana di ruangan tersebut menjadi tegang dan haru, ibu memeluk diriku yang penuh dengan darah. Dan menangis dengan sangat kencang. Aku pun menangis. Semua orang di ruangan itu menangis.
                “mma, maafin van ya. Vvan uddah bannyak nnyusahhin mama, bbapak jjugga. Ssemuanya, mmaaf yya,uuddah nge reppottin. Vvan ssangat menncinttai ddan mmenyayyangi kkalian ssemmua” Kataku.
                “ma, nannti kkalo yu yuli ddatteng, tto tooloong kkasih iini keke yu yuli yya.” Kataku sambil memberikan tasku yang tadi dibawakan si supir taksi.
                “I ii ini kka kado uu ullanng ta tahunn nnya. Bi biillang kke ddia, mmaaaf kka kkuennya berreanttakan ddan ka kaadonya jjuga berrantakkan” kataku yang sudah sangat tidak kuat.
                “bi bilang kke ke yuli juga, aku masih ssangat mencinntai ddia”
Aku kembali memuntakan darah, dan mulai kehilangan kesadaran. Nafasku sudah berat, dan aku pun sudah tidah bisa merasakan apa-apa lagi. Seluruh tubuhku kaku. Akupun membisu, tak bias berkata apa-apa lagi. Kedua orang tuaku menangis, ibu menjerit. Akupun menghembuskan nafas terakhirku, tanpa ada “dia” disisiku.
Semua orang menangis. Suasana menjadi sangat mengharukan. Sebagian keluar dari ruangan tersebut. Hari sudah berganti. Sudah bukan tanggal 28 februari lagi. Ulang tahun yang seharusnya diliputi kebahagiaan, malah diliputi kesedihan.
Tiba-tiba di luar menjadi agak ribut, yang ternyata datangnya seseorang yang sangat di tunggu pada tanggal 28 februari itu. Yuliana datang.
                “mana irvhan?? gimana keadaan irvhan??” kata yuli terburu-buru.
Tetapi semua orang tidak menjawab, semua diam, seakan tidak kuat untuk menjawabnya. Yuli pun bergegas masuk keruangan tersebut, dan melihat irvhan(aku) sudah terbaring kaku, dengan darah yang sedang di bersihkan ibu dengan penuh air mata. Semua orang di ruangan itupun kaget. Ibu langsung memeluk yuli yang hendak menangis melihat irvhan sudah terbujur kaku. Ibu menangis sambil memeluk Yuli. Suara isak tangis kembali menghiasi ruangan itu. Yuli melepas pelukan ibu.
                “bboleh yuli melihat irvhan??” kata Yuli.
Ibu hanya menjawab dengan anggukan kepala. dengan tangis yang tidak bisa di tahan, Yuli membuka kain penutup yang ada pada ku yang sudah terbujur kaku. Yuli kembali meneteskan air mata. Dan ia pun mulai menangis dan berteriak dengan kencangnya dengan memeluk ku yang sudah terbujur kaku. Semua kata-kata penyesalan keluar mulutnya. Kemudian ibu duduk di sampingnya dan mencoba menenangkannya. Setelah agak tenang.
                “nak Yuli, sudah, Irvhan sudah pergi. Sebelum irvhan pergi, dia menitipkan ini ke ibu.” Kata ibu sambil memberikan tasku ke Yuli.
                “ini apa bu?” kata Yuli.
Ibu tidak menjawab, hanya menangis. Yuli langsung membuka tas yang sudah robek itu, dan menemukan sebuah kado yang bungkusnya sudah agak robek.
                “kata irvhan, ini hari ulang tahun kamu, ini kado buat kamu dari dia. Dia juga berpesan ke ibu, maaf, kuenya berantakan dan maaf kadonya juga berantakan.” Kata ibu sambil menahan tangis dan terlihat Yuli kembali meneteskan air mata.
                “irvhan juga bilang, kalo dia sangat mencintai kamu” ibu mulai menangis kembali.
Yuli kemudian membuka kado tersebut, yang berisi, album foto yang bertuliskan “kenangan kita”, baju kebaya yang sangat disukai Yuli, dan sebuah kunci. Yuli pun bingung, kunci apa itu. Kemudian ibu teringat sesuatu.
                “kunci?” kata ibu.
                “kenapa bu?” kata Yuli dengan air mata yang masih mengalir.
                “ini ibu jadi ingat sesuatu, kemarin pagi, sebelum irvhan pergi keluar mengambil kue, dia bilang kalo dia punya firasat buruk, jadi dia titip sesuatu ke ibu. Dia bilang ke ibu, kalo nanti van kenapa-kenapa, tolong sampein ke yuli, buka lemari van yang kekunci. Mungkin itu kuncinya.” Kata ibu menjelaskan.
Semalaman mereka menangis dan akhirnya tertidur karena kelelahan. Pada pagi harinya, tubhku yang sudah terbaring kaku dibawa pulang kerumah, untuk dimandikan dan didoakan. Dan kemudian di semayamkan.
Setelah mengantar dan melihat saat-saat terakhir dimana aku dapat Yuli lihat, ibu mengantarkan Yuli ke kamarku. Dan menunjukkan lemari yang selalu ku kunci, dan tidak pernah ada yang tau isi dari lemari ku tersebut. Dengan perlahan dan dengan perasaan yang agak berat, Yuli membuka lemari yang terkunci tersebut dengan kuncinya. Yuli pun kaget dan menangis, melihat apa yang ada di hadapannya. Yang ternyata lemari tersebut bukan berisi baju, celana, ataupun pakaian lainnya. Melainkan foto-foto, barang yang pernah Yuli berikan ke irvhan, barang-barang yang hendak irvhan berikan namun ditolak Yuli, yang sangat tertata rapi, dan yang lebih membuat Yuli ingin menangis adalah, sebuah poster besar foto irvhan dan Yuli yang bertuliskan
“Kenangan Terindahku Yang Akan Selalu Ku Kenang Dan Selalu Ada Di Hatiku”.
Yuli pun semakin tidak bisa menahan rasa sedihnya dan berulang kali mengucapkan kata-kata penyesalan.
Yuli baru menyadari, sekeras apapun kita melupakan semua kenangan masa lalu kita, kita tetap tidak akan dapat melupakan semua kenangan itu, karena semua kenangan itu kita lalui dengan penuh perasaan dan akan selalu terkenang di hati. Dan kita baru menyadari dan juga merasakan betapa indah dan berharganya sebuah kenangan, bila kita sangat merasa kehilangan bila ditinggal pergi oleh orang yang membuat kenangan tersebut dengan penuh perjuangan dan cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar